Senin, 20 Maret 2023

FORENSIK DALAM AL QURAN

Bahwa Al Qur’an telah mempelopori penyidikan secara SCI (Scientific Crime Investigation) yang dipresentasikan sebagaimana pada Surat Yasin Ayat 12 :


إِنَّا نَحْنُ نُحْيِي الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِين.


“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh) ”. (Qs. Surat Yasin ayat 12) 

Bahwa Al Quran surat Yasin ayat 12 ini memaparkan tentang Investigasinya (Penyelidikan, Penyidikan, olah TKP, Rekonstruksi). Bahwa Tuhan mendeklarasikan tentang Hukum ketetapan-Nya ( Dalam disiplin ilmu eksakta dikatakan sebagai Hukum Alam), melalui kalimat “إِنَّا “, yang artinya “sesungguhnya”, ini merupakan pernyataan Tuhan yang memiliki otoritas kekuasaan secara total terhadap alam semesta dengan diri Tuhan memaparkan sosok diri-Nya sebagai subyek melalui kalimat “ نَحْنُ “ aratinya “Kami”, dalam pernyatan-Nya Tuhan menyatakan bahwa akan menghidupkan sesuatu yang mati menjadi hidup yang di presentasikan melalui kalimat “نُحْيِي الْمَوْتَى ”. 

Dalam hal ini objek barang bukti berupa sidik jari laten (belum di ketahui subjek pemilik) atau seluruh barang bukti yang berada di Tempat Kejadian Perkara lainnya, seperti pisau, darah, senjata,  akan dihidupkan atau dibuat terang dari yang semula gelap (mati). Melalui kalimat di dimaksud Tuhan mendelegasikan kepada manusia melaui kata ganti (dhomir) “ ن “ pada kalimat “نُحْيِي الْمَوْتَى ”, adapun pendelegasian dari Tuhan kepada manusia tereksplisit sebagaimana Qs. Surat Al Baqarah ayat 30, dimana manusia diturunkan ke dunia (bumi) sebagai Kholifah atau selaku mandatris-Nya. 

Contoh Latent Sidik Jari di TKP adalah Objek yang mati, akan menjadi hidup melalui proses pemeriksaan (pengidentifikasian) di laboratorium Inafis (Daktrikrim), jadi proses penghidupan tergantung dari  SDM ( Penyidiknya / Invetigatornya ), begitu pula barang bukti lainnya seperti Darah, Pisai, Sajam, Senjata Api, akan dilakukan pemeriksaan secara laboratorium forensic sesuai kepentingannya, sehingga benda mati (barang Bukti) tersebut menjadi hidup (keterbangunan hubungan antara objek barang bukti dengan pelaku dalam hukum pembuktian).

Sebagaimana teori TKP ( Tempat Kejadian Perkara ) bahwa tidak ada perbuatan yang tidak meninggalkan jejak, dalam hal ini Al Quran ternyata lebih awal mempelopori tentang pernyataan teori ini, melalui kalimat “مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ “, bahwa huruf “مَا “ menunjuk terhadap objek atau segala apa yang telah di perbuat oleh subjek, adapun perbuatan di presentasikan pada kata “قَدَّمُوا “, sedangkan jejak yang di tinggalkan oleh subjek pelaku dalam perbuatannya di maksud di presentasikan pada kalimat “وَآثَارَهُمْ  “, dalam hal ini Tuhan menunjuk dalam ulasan-Nya dengan kata ganti (dhomir) “هُمْ “ bukan secara personal namun secara umum atau mereka. Dengan demikian jejak yang di tinggalkan bukan hanya langsung yang di perbuat oleh manusia (subjek pelaku) tetapi bisa karena sebab akibat ataupun tidak, dalam hal ini Tuhanpun menyatakan-Nya bahwa hal dimaksud akan terekam (tercatat, terbukukan, teridentifikasi) yang di presentasikan melalui kata “وَنَكْتُبُ “, yang berasal dari kata “كتب “, secara literal kamus artinya Tulis, sehinga dari Kata “Tulis” ini, dinamisasi interpretasi atas Teks dimaksud tidak selalu termarginalkan pada makna literal saja, sehingga kata “كتب “, artinya merekam, mengidentifikasi, dan kata ini atau kalimat diatas mempunyai makna universal.

Kalimat “ آثَارَهُمْ “ atau Jejak yang ditinggalkan atas perbuatan yang telah dilakukan oleh manusia manusia dimaksud berupa Membunuh, Memperkosa, Menembak dll), bisa berupa pisau, peluru, sperma, darah (DNA), senjata api, puntung rokok, sidik jari dst. Dengan demikian kata “قَدَّمُوا “ bisa bermakna Tempat Kejadian Perkara ( TKP), karena di sanalah seluruh (akumulasi atau serangkaian) perbuatan subjek pelaku dilakukan.

Dalam proses identifikasi ini, Tuhan melalui manusia dengan keilmuan yang dimilikinya (IPTEK) melalui laboratorium forensik dimana sidik jari bisa berbicara atau hidup (ilmu daktiloskopy), darah melalui pemeriksaan laboratorium forensik akan diketahui identitas (identifikasi) berupa golongan darah dan DNA, menunjuk darah siapa dari keturunan siapa sebagaimana Tuhan nyatakan “ وَوَالِدٍ وَمَا وَلَدَ “, kalaimat “walid wama walad” ini artinya demi pertalian bapak dan anaknya,  ini merupakan ayat DNA (Deoxyribonucleic acid), begitu pula barang bukti peluru akan teridentifikasi melalui uji balistik, barang bukti sperma akan teridentifikasi melalui DNA dan Gol darah.

Adapun Barang Bukti lainnya adalah Pisau, Peluru, CCTV, Hand Phone, Sperma, Air Liur, Janin, Komputer, Tulisan, Jejak Kaki, Jejak Sepatu, Jejak Ban, Mark bekas Congkelan, Gesekan Ban pada Jalan Raya, Gesekan Cat pada Mobil, dst merupakan objek benda mati semuanya akan menjadi hidup atau berbicara melalui proses laboratorium kriminalistik yang di dokumentasikan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan, sehingga staus hukumnya menjadi Alat Bukti.

Benda mati itu semua bisa menjadi hidup melalui IPTEK (proses penelitian / penyelidikan) melalui laborarium atau riset, sebagaimana Al Quran presentasikan yaitu “ أَفَلَا يَنْظُرُونَ إِلَى الْإِبِلِ كَيْفَ خُلِقَتْ “ (Qs. Al Ghosyiah ayat 19) bahwa ayat ini merupakan ayat Riset untuk mengetahui bagaimana kejadiannya, yang di Presentasikan melalui kata “ خُلِقَتْ “ yang artinya proses kejadiannya. Pernyataan Tuhan ini diawali kalimat tanya “ كَيْفَ “ artinya Mengapa atau Why, untuk melihat atas objek mengenai proses kejadiannya. Pada Qs. Al Ghosyiah ayat 17, ini menuntun Penyidik untuk melakukan Riset melalui laboratorium atas Jejak yang telah diperbuat subjek pelaku ataupun karena sebab lain di Tempat Kejadian Perkara.

Kalimat Riset tersebut diawali dengan kalimat Tanya “ أَفَلَا “, ini artinya tidakkah, kalimat Tanya ini untuk membangkitkan nalar ilmiah akademik dengan statusnya manusia sebagai makhluk Ulul Albab (Makhluk Hewan yang diberikan Akal nalar Pikir).

Adapun Kalimat “ وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ “,  deskripsi tafsirnya bahwa kalimat “ كُلَّ شَيْءٍ “ artinya adalah tiap tiap sesuatunya atau tanpa terkecuali, yaitu seluruh jejak atas perbuatan yang telah diperbuat oleh subjek sebagaimana diterangkan diatas (tercatat, teridentifikasi dimaksud), akan terakumulasi yang di presentasikan melalui kata “ أَحْصَيْنَاهُ “  atau dalam bahasa Forensik disebutkannya dengan istilah chain of evidence (serangkaian kumpulan, akumulasi barang bukti), atau dalam arti terjemahan Al Quran oleh Kementrian Agama disebutkannya Kami Kumpulkan.

Kalimat “فِي إِمَامٍ مُبِينٍ “, dalam terjemahan kementrian Agama adalah Lauh Mahfud, dalam bahasa ilmiah saat ini adalah Hard Disk atau Chip elektronik Memory, Flash Disk, yang mampu memuat jejak rekan atas perbuatan yang dilakukan oleh manusia bias betrupa TKP atau perbuatan manusia sejak lahir sampai manusia meningal dunia. 

Selain itu tafsir Kalimat “فِي إِمَامٍ مُبِينٍ “, dimana kata “ إِمَامٍ “, artinya pemimpin atau orang yang berada di depan, pada penafsiran kontekstual terkait ayat sebelumnya dapat kita dinamisasikan penafsirannya adalah sesuatu yang ada di depan, dimana barang bukti selalu menjadi rujukan (objek) atau sebagai imam pada saat proses peradilan dan menjadi titik sentral, oleh Hakim, Jaksa, Terdakwa, Pengacara dan bahkan Verbalisan (Penyidik) manakala Hakim menghendaki kehadrinnya dalam persidangan. Begitu pula kata “ مُبِينٍ “, arti literal kamus adalah sesuatu yang jelas nyata, dalam hal ini bahwa barang bukti merupakan sesuatu objek yang tampak jelas, dan pelaku tidak dapat mengelak.

Sehingga kalimat ” وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ” , dalam artian akumulasi adalah dari keseluruhan barang bukti saling terkait satu dengan yang lainnya menjadi pembuktian yang jelas di persidangan dan membangun petunjuk dan keyakinan bagi hakim dalam pembuktian (vide pasal 183 KUHAP).