Sabtu, 01 Maret 2014

Kisah Warrent Buffet dari Timur Tengah

The Warren Buffet Of Saudi Arabia, adalah julukan yang di berikan oleh majalah Time kepada Al-Waleed. Boleh jadi, ia mendapat julukan tersebut karena ia merupakan investor tersukses setelah Buffett.

Hanya dalam tempo belasan tahun, Al-Waleed berhasil ‘mengibarkan” namanya sebagai investor terkaya di dunia setelah Warren Buffet. Ia berada di urutan nomor  5 orang terkaya di dunia, dan terkaya nomor 1 di seantaro Arab menurut majalah Forbes pada tahun 2006. Dan, yang luar biasa, ia kaya dengan bisnis usahanya sendiri.

Pangeran Al-Waleed bin Talal bin Abdul-Aziz Alsaud lahir pada 7 Maret 1955. Ia merupakan salah satu anggota dari keluarga kerajaan arab saudi yang mengumpulkan kekayaan sendiri melalui investasi di dunia saham dan properti. Ia mengibarkan namanya ke peringkat 5 jajaran orang terkaya sejagat fersi forbes dengan caranya sendiri. Ia di juluki pangeran kontrovesial dari Arab karena spekulasi dan langkah-langkah bisnisnya yang nekat, tapi brilian. 

Kisah sukses Al-Waleed di mulai untuk ketika pertama kalinya pada tahun 1991, ia mempertaruhkan uangya senilai 590 juta dollar AS di saham Citicorp ketika industri raksasa perbankan itu hampir kolaps. Beberapa tahun kemudian, secara perlahan, Citicorp mampu bangkit hingga saham Al-Waleed di tanamkan bernilai 17 kali lipat. Saat itulah ia meraup uang miliaran dollar pertamanya di dunia investasi. Setelah itu, kisahnya berlanjut, dan bisnisnya mulai merambah sampai ke perusahaan lainya.

Belasan tahun setelah itu, Al-Waleed masih menabur asetnya secara sistematis di pasar kapital seluruh dunia, dan membtentuk kerajaan investasi yang menghimpun nama-naman perusahaan global beken di portofolionya yang bernilai lebih dari 25 miliar dollar AS, memmbuktikan bahwa ia bisa di sejajarkan  dengan para kampion bisnis global kelas atas.

Jika kita perhatikan, jajaran orang terkaya bisa di bagi menjadi dua gologan. Di satu kubu adalah para pendiri kerajaan bisnis, semacam Bill Gates DAN Michael Dell. Al-Walled termasuk golongan kedua  segolongan dengan orang-orang seperti,Buffeet dan Philip Anscuhuct, yang kepiawainya bukan mengembangkan kerajaan bisnis, melainkan memmbiakan kapital.

Para pendiri kerajaan bisnis, umumnya mempunyai nama lebih besar. Namun, bila bila di kaji lebih dalam, orang-orang yang ikut mengarahkan agar kapital mengalir ke tempat orang yang paling produktif (para investor) yang memungkinkan para kaisar bisinis itu berkibar. Dan, sebagai salah satu dari sedikit investor global, Al-Waleed ikut mendorong  aliran kapital tersebut di seluruh dunia, mulai dari Amerika Utara, Asia, Eropa, Timur Tengah, hingga Timur Tengah.

Tidak memiliki latar belakang pendidikan, seperti Buffeet, bisa di pastikan Al-Waleed tak sepiawai bos  Berkshire Hathaway itu dalam menganalisis pasar uang dan sekuritas. Tentunya, ia juga tidak mempunyai keahlian teknologi, seperti Gates atau Dell. Akan tetapi, ia cukup pintar untuk menubruk 6,2 juta dollar AS saham Aplle Computer Inc pada maret 1997, ketika saham perusahaan computer itu jeblok ke posisi 18 dollar AS/lembar. Hanya dalam tempo 30 bulan (pada Desember 1999), saham Aplle meroket jadi 96 dollar AS/lembar. Kesuksesan itu membuat Al-Waleed menangguk kapital gains hampir 500 juta dollar AS. Saat ini suksesnya Ipod yang luar biasa, gain yang di nikmati oleh Al-Waleed dari 5% saham Apple yang di kuasai, tentu sudah mencapai miliaran dollar.

Patut di catat, waktu Al-Waleed memborong perusahaan Apple melalui Kingdom Holdings Co. (perusahaan investasi yang 100% sahamnya di kuasai), Jobs (pendiri Apple) masih sibuk dengan bisnisnya, NeXT dan Pixar. Pendiri Apple itu baru duduk sebagai CEO ad interim beberapa bulan kemudian,tepatnya pada July 1997. Dan, setelah jobs masuk, saham bersimbol AAPL itu masih diemohi alias tidak banyak diminati oleh banyak investor.

Pada Oktober 1997, ketika ketika pasar saham Hi-tech terus terpuruk, Al-Waleed kembali mempertaruhkan jutaan dollar untuk memborong saham NetsCape dan Motorola. Langkah tersebut dilakukan , terutama untuk pembelian saham Motorola seharga 6 juta dollar AS. Langkai itu tekah di nilai oleh banyak analisis sebagai blunder besar karena tempo 12 bulan, nilainya anjlok menjadi 38 dollar AS/lembar.

Akan tetapi tak lama kemudian, Al-Waleed berhasil mengantongi gain 82 juta dollar AS lebih. Saham yang tadinya terpuruk di sebabkan oleh produknya (chip dan pesawat ponsel) yang tidak berkualitas yang manajemenya salah urus. Pada awal November 1999, gain yang di dapatkan meroket menjadi 90 juta dollar AS. Saat ini, motorola sukses mengibarkan namanya sebagai produsen ponsel kedua di dunia setelah Nokia. Bisa di banyangkan besarnya gain yang di peroleh Al-Waleed dari 1% saham Motorola yang di kuasai.

Demikian juga dengan Netscape. Begitu empat juta lebih sahamnya senilai 130 juta dollar AS masuk portofolio Kingdom ahaoldings , juga oleng di hempas oleh Microsoft yang membagikan secara gratis  browser internet explorel dalam paket windows. Namun, Al-Waleed terus mempertahankanya. Dan, tekat kuat terbukti. Saham tersebut Mulai melejit ketika AQL, pada musim gugur 1998 mengumumkan rencana stock swap. Memasuki musi semi 1999, ketika deal bisnis itu rampung, saham Netscape Al-Waleed telah menjadi 4 juta saham AQL, yang di penghujung tahun itu bernilai 600 juta dollar AS. Saat ini, dari sekitar 1% saham AQL Time/Warner yang di kuasai, Al-Waleed bisa di pastikan telah menikmati gain hingga miliaran dollar.

Bila dicermati, ad dua hal yang menonjol portofolio Al-Waleed. Pertama, sampai 1999, sebagian besar yang di pegang adalah saham media, teknologi dan perbankan. Sampai sekarang, 150 juta lembar (setara 4,4%) saham Citicorp, yang pada tahun 1999 saja bernilai 8 miliar dollar, dan sekarang 10 miliar dollar lebih, merupakan “kue paling gemuk” dalam portofolionya. Selain itu, sang pangeran juga banyak memegang saham rantai perhotelan mewah.

Kegandrungan Al-Waleed terhadap saham teknologi menunjukan bahwa strategi The Warren Buffet of Saudi Arabia ini sebenarnya “anti-Buffett”. Sang peramal dari omaha ini, walau tersahabat dengan Gates, mengaku terus-terang sebagai Technophobe alias investor yang alergi terhadap saham teknologi yang di akuinya tak ia pahami. Pada musim gugur2001, ia melepas saham Gillete (55 juta dollar AS) dan Coca-Cola (63 juta dollar AS), yang merupakan saham favorit Buffett (yang menjadikan komisaris yang kedua perusahaan itu). Selanjutnya, pada Maret 2002, Al-Waleed memmborong saham Citicorp senilai 1 miliar dollar AS, sedangkan Buffeet justu menjual seluruh saham bersimbol C senilai 110 juta dollar AS.

Hal kedua yang menonjol dan menarik adalah strategi Al-Waleed sebagai seorang value investor. Sang pangeran selalu memilih saham saham tang tumbuh dan growth stocks (terutama saham perusahaan dengan nama besar) ketika harganya sedang jatuh. Ia tak tertarik pada saham yang murah, namun tak berkembang. Misalnya saham produsen metal yang kelihatanya murah, tapi harganya mandek. Sang pangeran “dari negeri minyak” ini, bahkan tak pernah melirik saham industri migas. Menurut pengakuanya, ia sama sekali tidak paham bisnis ini.

Apakah AL-Waleed memilih saham-saham teknologi, media, dan perhotelan secara sengaja? “ya dan tidak,” jawab, “ Saya mengambil saham-saham tersebut karena perusahaanya. Saya selalu mencari hal yang sama; perusahaan global dengan brand name yang pada dasarnya sehat, tetapi sedamg gonjang-ganjing.pertimbangan inilah yang membuat saya memborong saham sebuah perusahaan,” lanjutnya.

Hasil terbukti luar biasa, yaitu portofolia saham yang fokus. Banyak orang meyakini, kunci dari kiat investasi yang sehat adalah diverkisifikasi. Bagi Al-Waleed strategi semacam itu tak perlu.

“Diversifikasi dapat mencegah terjadinya kerugian,” pria kelahiran Riyadh, Maret 1995 itu mengaskan.

“Tapi, tak mungkin seorang investor masuk ke jajaran klub elite multijutawan kalau mengandalkan strategi diversifikasi luas,” tambahnya.

Data memang telah menunjukan gain besar akan lebih sering diperoleh melalui taruhan berani yang sangat terfokus. Pada 1999, hampir separuh dari kekayan Al-Waleed yang waktu itu 17 miliar dollar dalam bentuk saham citi. Pada awal November tahun itu, saham citi senilai 1 niliar dollar AS di lempar ke pasar, dan banyak analisis yakin Al-Waleed juga akan melepas citi yang telah demikian gemuk.

Nyatanya tidak. Apalagi, sehari sebelumnya Al-Waleed telah berjanji kepada Weill yang mengunjunginya ketika bertandang bersama istrinya ke Riyadh. Ia tak meragunkan Citi yang asetnya terus menggelembung setelah megamerger Citicorp dan Travelers Group.

“Saya yakin , saham Citigroup itu di tingkat 100 dollar, dan potensi penuh dari merger belum terealisasi. Demikian pula pemangkasan biaya, “ ujarnya . Al-Waleed selalu menegaskan bahwa dirinya adalah investor jangka panjang.

“I’m a long-termer, not a seller,” ujarnya dalam setiap jangka panjang itu berakar dari keyakinan terhadap brand perusahaan yang sahamnya ia pilih. Misalnya, ketika memborong saham Netscape, ia yakin pionir browser internet itu mirip Apple, dan pionir industri PC.

Mengenal hal itu, Al-Waleed juga mengatakan, “Perusahaan itu memang lagi jatuh, tapi tak akan mungkin pupus begitu saja Setidaknya, ada perusahaan lain yang tertarik mengambil alih”.

“Saya menjadi pemegang saham AOL secara tidak sengaja, “ tuturnya.

Apakah sang pangeran menyesal? Sama sekali tidak. Sebab, internet service provider (ISP) itu menjadi satu dari sedikit perusahaan internet yang repornya biru. Dia merogoh kocek rata-rata 30 dollar/lembar. Padahal, pada ahir 1999 saja, nilai saham AOL sudah 150 dollar AS/ lembar.

“ I’m happy,” ujar Al-Waleed. Siapa pula tidak girang jika memperoleh gain sampai 400%.

Bagaimana dengan resiko prtofolio saham yang terfokus? Tentu saja ada, dan cukup besar. Tak heran, seorang value investor, seperti Al-Waleed yang hati-hati memilih saham jeblok dari perusahaan dengan brand kinclong juga pernah mengalami kegagalan. Bahkan, sang pangeran mengalami kerugian beberapa kali. Salah satunya, ketika membeli 20% saham Planet Hollywod senilai 110 juta dollar AS. Rantai resto resto dan kafe yang antara lain di dirikan oleh Bruce Willis dan Sylvester Stallone ini tak pernah bisa berkibar seperti yang ia harapkan.

Al-Waleed juga pernah kejeblos waktu membeli Daewoo. Chaebol Korea yang satu ini, sampai sekarang tak bisa bangkit,  seperti Samsung atau Hyundai. Lalu, ia juga mengalami kegagalan saat membeli saham Donna Karan senilai 20 juta dollar AS.

“ Itu buwat anak perempuan saya,” Al-Waleed memberi alasan masuk kedalam dunia gemerlap butik yang berada di luar radarnya. Agaknya benar kata banyak orang, “tak elok mencampur urusan bisnis dengan suatu yang bersifat emosional.

Dari tiga perkawinanya ( dua istri terdahulu telah di cerai ), Al-Waleed mempunyai dua anak, yaitu pangeran Khalid dan Putri Reem. Si sulung Khalid yang kemana pergi selalu membawa Sony Vaio itu telah menjadi investor online yang andal. Sebagai seorang ayah yang baik Al-Waleed tampaknya ia juga ingin berbagi sukses dengan putri kesayanganya.

Sampai 1999, kerugian yang di tanggung Al-Waleed dalam investasi yang gagal tersebut, termasuk dari Euro Disney yang waktu itu masih berantakan mencapai sekitar 150 juta dollar AS. Kelihantanya besar, tetapi Cuma setara dengan satu dari sekian banyak gain “ gemuk” yang ia dapatkan. Di banding aset Al-Waleed waktu itu yang mencapai 17 juta dollar AS, kerugian akumulatif  yang telah belum terealisaikan  itu tak ada “ seujung kuku “.

Dengan saya yang bicaranya ceplas-ceplos, Al-Waleed memang sosok yang kontrovisual. Terahir sebagai keponakan raja Fahd (almarhum), penguasa kerajaan kaya raya Arab Saudi, bibit kontroversi telah tertanam dalam diri His Royal Highness Prince Al-Waleed bin Talal bin Abdul aziz Saud ( demikian nama sang superinvestor  dalam lafal bahasa inggris ) sejak bayi.

Ayah Al-Waleed,pangeran Talal yang notabene adalah adik Raja Fahd, paling menyentrik di antara keluarga kerejaan Saudi. Dia memilih istri dari kalangan di luar lingkungan keluarga bangsawan Arab modern. Talal telah telah membuat marah keluarga besarnya yang konservatif. Beberapa kemudian, dia kabur ke mesir dan sempat mendukung gerakan anti pemerintah monarki.

Talal baru kembali ke Arab Saudi setelah sang Ayah, Raja Abdul Aziz al Saudi, pendiri Arab modern yang menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di Negeri Gurun itu pada 1932, menerimanya. Di negerinya, kemudian ia di angkat menjadi raja kecil di real estate

Seperti sang ayah, Al-Waleed muda juga meninggalkan Arab Saudi, walaupun untuk alasan yang berbeda, yaitu menimba ilmu di AS.

“Rasanya, saya tidak pernah melihat orang yang kerja begitu keras,” ujar Prof. Carlos Lopez, pembimbing akademis Al-Waleed di Menlo College, Atherton kota kecil dekat Palo Alto

Setelah lulus dari perguruan tinggi di progam sarjana muda yang menjadi faforit bangsawan Arab Saudi itu, pada 1979 ia melanjutkan pendidikanya di Univeritas Syracuse. Setelah menyabet gelar MA ilmu-ilmu sosial pada 1985, barulah sang pangeran pulang ke Riyadh untuk mendirikan kerajaan bisnisanya.

Awalnya, dengan bantuan sang ayah, Al-Waleed masuk ke bisnis real estate. Tak lama kemudian, berkat darah birunya yang kental, ia mendapat proyek konstruksi yang besar. Komisi jutaan dollar yang di peroleh dari proyek inilah yang di akui sebagai modal ketika awal tahun 1990-an memborong saham citicorp.

The Economist yang memiliki kemampuan intelejen bisnis andal meragukan hal tersebut, dan menduga Al-Waleed bertindak sebagai semacam fun managere bagi keluarga kerajaan. Media ceak bergengsi asal Inggris ini menyatakan bahwa pada awal 1990-an itu, Al-Waleed di kenal sebagai satu dari segelentir investor pribadi dunia yang mampu dengan cepat menyediakan ratusan juta dollar bagi perusahaan terpuruk dalam krisis pendanaan.

Duduk di atas dana tunai yang menggunung (masih menurut the economist), waktu itu Al-Waleed biasanya pasif untuk investasi di luar Arab Saudi. Citicorp yang sedang gonjang-ganjing itulah yang melakukan pendekatan setelah gagal mendapatkan dana segar  1 milliar dollarAS yang mereka butuh kan, sehinga nilai sahamnya “terjun bebas”. Deal empuk yang di berikan Citicorp sebagai kompesansi resiko besar yang harus di tanggung itulah yang kemudian memberikan return luar biasa.

Pada ahir 1990, Al-Waleed menyabet 4,9% saham biasa Citi senilai207 juta dollar AS(12,46/lembar). Tak lama kemudian, pada februari 1991, sang pangeran membelanjakan lagi 590 juta dollar untuk mendapatkan prefeered shae baru, yang convertible menjadi saham biasa pada level 16dollar/lembar. Penambahan ini menambahnya menguasai 14,9% saham Citicorp.

Namun, karena persetujuan federal reserve bagi investor asing untuk memiliki saham Bank Amerika lebih dari 10% tak kunjung keluar, Kingdom Holdings melepas sebagian saham Citi, sehingga hanya memegang sedikit di bawah batas maksimum 10%. Waktu itu (tahun 1993), saham Citi belum meroket sehingga Al-Waleed hanya mengantongi 364 jta dollar AS penjualan sekitar 4,9% saham tersebut.

Hebatnya dalam kondisi hampir tak pernah melego aset, Al-Waleed mampu membelanjakan 4,5 milliar dollar untuk memborong berbagai saham. Angka yang mencegangkan inilah (jauh lebih besar katimbang potensi penghasilan sang pangeran dari dividen, laba usaha, dan aktifitas bisnis lainya) yang mampu membuat the economist menduka adanya sumber dana lain. Dan, karena Al-Waleed membuktikan tak pernah mengambil utang untuk investasinya, media tersebut bahwa ia memainkan fulus milik anggota kerajaan.

“ pengusaha Saudi butuh pahlawan,” tulis the economist pada 1999. Alasanya sederhana. Keluarga kerajaan yang penuh kerahasian itu gampang mendapatkanduit dari mana-mana, dan jauh dari modern pemikiran. Sementara itu dalam diri Al-Waleed ,dunia melihat seseorang dinasti Saud yang terbuka, cerdas, dan sukses. Karena itu, dengan mendorong sukses Al-Waleed, nama kerajaan itu akan harum.

Posisi keluarga kerajaan yang kuat, membuat keluarga kerajaan tak perlu merasa khawatir sikap Al-Waleed yang di nilai masyarakat lonservatif Arab Saudi yang kelewat pro-AS bakal membahayakan kepentingan domestik.sebaliknya, citra “prokapitalisme” ( dengan demokrasinya itu ) sangat bermanfaat untuk memoles citra jelek yang secara alami melekat pada sistem pemerintah yang absolut. Di Barat sendiri, seperti di lihat dari konfliknya dengan Giuliani, Al-Waleed masih di tuding sebagai Islamis dan orang Arab yang konservatif.

 Seperti kebanyakan masyarakat Arab Saudi, Al-Waleed bersimpati dengan perjuangan mujahidin melawan pasukan penduduk Uni Soviaet di Afghanistan. Pada 1980-an itu, Al-Waleed menjadi donatur untuk pasukan yang sedang berjihad. Bhkan, pada 1981, secara diam-diam ia mengunjungi kamp pelatihan Mujahidin di Peshawar, Pakistan.

Lalu, apa sikap Washington? Mereka bukan hanya sekedar tetapi juga mendorong donasi melawan negara yang merupakan musuh demokrasi itu. Waktu itu, seorang Osama bin Laden pun menjdi sahabat AS ( keluarga bin Laden adalah mitra bisnis keluarga Bush selama dua generasi, di mulai dari ayah Osama dan Presiden George Bush Senior).

Al-Waleed mengaku bahwa begitu perang di Afghanistan berubah menjadi perang saudara setalah Soviet hengkang pada awal 1989, ia menghentikan dana bantuanya. Donasi besar terahir pada Mujahidin, senilai 4 juta dollar AS, di berikan pada April 1990.

Pada 2001, hampir seluruh donasi 100 juta dollar AS dari Alwaleed ( yang sebetulnya merupakan zakat dan sedekah, karena pemerintah Arab Saudi tak mengenakan pajak penghasilan) di salurkan ke keluarga-keluarga miskin Arab Saudi. Hanya sebagian kecil,yaitu 6 juta dollar AS yang di berikan kepada orang-orang Palestina yang di keluarkan dari pekerjaan karena melakukan intifadah. Selain itu, ia juga membantu rekontruksi pembangkit tenaga listrik di Libanon yang di hancurkan lewat serangan udara dari Israel.

Kebanggan Al-Waleed sebagai putra Arab di tunjukan kecintaanya pada gurun. Pada ahir 1999, fortune menggambarkan dengan bagus betapa sang pangeran lebih menikmati hidup kawasan Ramah, bebrapa puluh kilometer dari Riyahd ke arah timur laut, ketimbang di tempat manapun di dunia. Di tempat tersebut, setiap malam setelah jogging di gurun, ia berkumpul dengan teman-temanya ( para lelaki sukunya Bedouin ) untuk mengobrol sambil minum teh dan kopi sampai menjelang Subuh.

“I play 31 sport,” ujar Al-Waleed dengan bahasa inggris logat British, dengan sedikit aksen timur tengah. “I’m good at all of them.”

Acara begadang Al-Waleed selalu di ahiri dengan sholat Subuh berjamaah, dan sang pangeran sebagai imam. Pada siang hari, karena panas yang tak tertahankan, ia lebih memilih beristirahat.

Sejak muda, Al-Waleed perlu tidur lima jam perhari. Di luar waktu itu, bahkan ketika begadang dengan teman-temanya bedouinya. Secara rutin ia mengamati pergerakan sahamnya dari beberapa monitor raksasa yang antara lain menampilkan data real time dari Bloomberg, siaran langsung CNBC dan CNN.

Di istananya (sebuah gedung supermegah dengan 317 ruangan yang selesai di bangun awal 1999 dengan biaya 130 juta dollar AS), Al-Waleed bisa melihat TV dan berhubungan dengan dunia luar di manapun ia berada. Maklum, istana 520 televisi dan 400 telepon

Istana supermewah Al-Waleed juga mempunya kelengkapan lebih dari sekadar koneksi ke dunia maya. Melalui Silki La Silki, sang pangeran meiliki ISP bernama Prima Net yang bermarkas di pusat kota Riyahd. Terletak 8.091 mil dari Palo Alto, istan Al-Waleed bak dongeng negeri 1001 malam yang tak kalah canggih dari bangunan tercanggih di jantung Silicon Valley.

Warren Buffet, orang yang bersama Bill Gates bergantian menjadi orang terkaya nomor 1 di dunia, memuji Al-Waleed sebagai Warren Buffet Of Arabia, dan dirinya sendiri sebagai Al-Waleed of America. Kedua orang terkaya tersebut memiliki pikiran bisnis brillian dalam investasi, jauh melampoi investor lain di dunia ini. Bahkan, orang terkaya nomor 1 di Cina sekalipun , tidak melebihi kekayaan pangeran Al-Waleed ; pangeran dari Saudi Arabia.