Jumat, 12 Desember 2014

Dinar dan Dirham, warisan ummat yang terlupakan


" Akan datang suatu masa kepada umat manusia ketika tidak akan ada yang tersisa kecuali akan menggunakan dinar (emas) dan dirham (perak) ". (Muhammad SAW, HR Imam Ahmad ibn Hambal)

APA DINAR DAN DIRHAM?

Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nation, seorang ulama bernama Abu Hamid al-Ghazali telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, fungsi uang adalah sebagai alat untuk melancarkan pertukaran dan menetapkan nilai wajar dari pertukaran tersebut.

Uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna. Apabila fungsi dari uang itu sendiri telah berubah dari esensi dasarnya, akan  mengakibatkan terjadinya inflasi dan deflasi.

Kendati demikian, emas pada awalnya memang bukanlah alat tukar dari bangsa Arab. Transaksi ekonomi bangsa Arab sebelum mengenal dan menggunakan emas adalah barter. Emas, dalam konteks ini dinar dan dirham, merupakan mata uang miliki bangsa Romawi dan Persia.

Kata dinar sendiri berasal dari bahasa Romawi, yakni denarius, sedangkan dirham berasal dari bahasa Persia, yakni drachma. Beredarnya dirham dan dinar di Jazirah Arab dibawa oleh para pedagang Arab yang berdagang di Syam (di bawah pengaruh Romawi) dan Yaman (di bawah pengaruh Persia). Sebelumnya, bangsa Arab berdagang secara barter dan tidak pernah memproduksi mata uang sendiri.

Akhirnya, bangsa Arab pun mengadopsi dinar dan dirham sebagai sistem mata uang mereka. 

Dinar adalah emas dengan kadar 22 karat seberat 4,25 gram, Dirham adalah perak murni dengan berat 2,975 gram.
Dinar yang dimaksud bukanlah uang kertas di negara Irak.
Emas dan perak tersebut telah digunakan sebagai mata uang sebelum Islam dan setelah Islam datang.

Hal ini berlangsung hingga zaman Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, Nabi Muhammad SAW, selain menetapkan dirham dan dinar sabagi alat tukar yang sah dalam perniagaan, juga menstandarkan tiga jenis dirham yang beredar kala itu menjadi satu jenis dirham, yakni dirham 14 qirat.
Dalam proses penimbangan bobot dinar dan dirham sendiri, Nabi Muhammad SAW dibantu oleh seorang sahabatnya, yakni Arqam bin Abi Arqam. Dia adalah seorang ahli tempa emas dan perak pada masa itu.  Pada masa Umar bin Khatab, ia menegaskan perihal timbangan atau bobot berat emas dan perak, yakni tujuh dinar bobot atau nilainya setara dengan 10 dirham. Selain itu, Umar pun memerintahkan agar dirham dan dinar pada masa itu diberi tulisan hamdalah dan Muhammad Rasulullah.

Adapun dinar pertama milik pemerintahan Islam baru lahir ketika masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan. Tepatnya, sekitar 50 tahun pascawafatnya Nabi Muhammad SAW. Adapun bobot atau berat dinar Abdul Malik bin Marwan mengacu pada solidus, yakni mata uang Romawi Byzantium yang lazim beredar saat itu. Ia tidak membuatnya berdasarkan standar mitsqol yang biasa digunakan pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya, ekspansi yang dilakukan Islam ke wilayah kekaisaran Persia (Irak, Iran, Bahrain, dan Transoxania) dan kekaisaran Romawi (Syam, Mesir, dan Andalusia), menyebabkan perputaran mata uang ini meningkat. Bahkan, pada masa pemerintahan Imam Ali, dinar dan dirham merupakan satu-satunya mata uang yang digunakan. Hal tersebut karena dinar dan dirham memang dinilai memiliki nilai yang tetap. Oleh sebab itu, tidak terjadi masalah atau kendala dalam proses perputaran uang tersebut.
Karena nilainya tetap, dinar dan dirham, selain digunakan untuk melakukan transaksi jual-beli, dipakai pula untuk menunaikan zakat. Imam Hanafi, misalnya, pernah berkata, "Bahwa ukuran nisab zakat yang disepakati ulama, bagi emas adalah 20 mitsqal dan telah mencapai satu haul (satu tahun) dan bagi perak adalah 200 dirham."

Dinar adalah satuan yang digunakan dalam menghitung zakat mal sehingga menghidupkan dinar sebagai bentuk syariat Islam tentunya akan mendapatkan balasan dari Alloh SWT.
Kekuatan dinar dan dirham sebagai mata uang (store value)

Pada zaman Rasulullah, seekor kambing bisa dibeli dengan satu dinar. Saat ini pun seekor kambing masih bisa dihargai dengan 1 Dinar (Nilai 1 Dinar per 1 Juni 2010 adalah Rp 1.542.000)

Pada tanggal 18 November 2002 saya membeli dinar dengan harga Rp 395.300,-. Andai saat itu saya tidak jadi membeli dinar dan memilih untuk menyimpan uang rupiah tersebut maka saat ini uang saya telah menurun daya belinya karena inflasi. Uang Rp 395.300,- yang saat itu adalah seperempat penghasilan saya, sekarang hanya bernilai sekitar seperempat dinar (harga 1 Dinar per 1 Juni 2010 adalah Rp 1.542.000). Segala puji bagi Alloh yang telah mengenalkan dinar kepada kehidupanku.

Dengan kekuatan dinar dan dirham maka perlu dipertimbangkan untuk mengganti kebiasaan menabung uang kertas di bank dengan kebiasaan menabung secara bertahap koin dinar dan dirham. Kecuali untuk dana jangka pendek, uang kertas masih diperlukan. Sedangkan untuk kebutuhan jangka panjang seperti biaya perjalanan ibadah haji, biaya pendidikan anak dan tabungan pensiun perlu dipertimbangkan menabung dalam bentuk dinar.

Meskipun demikian, dinar dan dirham bukanlah untuk ditimbun sehingga tidak berputar dalam masyarakat. Niatkan pula untuk mengedarkan dinar ke dalam masyarakat sehingga tercipta keadilan dan bebas dari riba. Untuk membuat masyarakat menerima dinar dan dirham, terlebih dulu kenalkanlah mereka dengan dinar dan dirham.

SEJARAH SINGKAT DINAR EMAS DAN DIRHAM PERAK 

Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia.

Koin awal yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Uthman, radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin.

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: “Allahu ahad, Allahu samad”. Beliau juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.

Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.

Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam.

Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan uamt Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok:

KEGUNAAN DARI DINAR EMAS DAN DIRHAM PERAK

Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok:

Harga seekor ayam pada masa Rasulullah, salla’llahu alaihi wa sallam, adalah satu dirham; saat ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham.

Selama 1,400 tahun nilai inflasinya adalah nol.

Dapatkah kita melihat hal yang sama terhadap dollar atau mata uang lainnya selama 25 tahun terakhir ini?

Terlihat bahkan untuk jangka panjang, sistem mata uang bi-metal terbukti menjadi mata uang yang paling stabil. Ia tetap bertahan, di samping usaha dari berbagai pemerintahan untuk merubahnya menjadi mata uang simbolis yang diwakilkan oleh nilai nominal yang berbeda dengan berat yang dimilikinya.

Keandalan
Uang emas tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak secara terus menerus; ia tidak akan dapat didevaluasi oleh sebuah peraturan pemerintah, dan tidak seperti mata uang nasional, uang emas merupakan sebuah aset yang tidak tergantung kepada janji siapa pun untuk membayar nilai nominalnya.

Portabilitas dan tingkat kerahasiaan dari emas adalah nilai tambah yang penting, akan tetapi lebih daripada itu sebuah fakta yang tidak terelakkan adalah emas merupakan aset nyata dan bukan merupakan hutang.

Semua jenis aset kertas, seperti; surat hutang, saham, dan bahkan deposito bank merupakan pernyataan janji hutang yang akan dibayarkan. Nilainya sangat bergantung kepada kepercayaan penanam modal bahwa janji tersebut akan dipenuhi. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh surat hutang sampah dan mata uang Peso Meksiko, janji yang meragukan akan segera kehilangan nilainya. Emas tidaklah seperti ini. Sebentuk emas bebas dari semua bentuk sistem finansial, dan nilainya telah dibuktikan selama 5,000 tahun sejarah manusia.

Kendati memiliki kelebihan, yakni nilainya yang selalu tetap atau tidak berubah serta dapat pula digunakan untuk menunaikan zakat, pemanfaatan emas dan perak sebagai mata uang telah ditinggalkan. Padahal, sejarah Islam telah membuktikan bahwa mata uang emas dan perak dapat menghindarkan masyarakat dari bencana ekonomi, seperti inflasi dan deflasi.

Imam Al Ghazali pernah berkata, "Di antara nikmat Allah SWT adalah penciptaan dinar dan dirham dan dengan keduanya tegaklah dunia. Keduanya adalah batu yang tiada manfaat dalam jenisnya, tapi manusia sangat membutuhkan kepada keduanya."


sumber : 
http://wakalanusantara.com