Kamis, 10 Desember 2015

Pelatihan sekaligus Outbond

Alhamdulillah, selesai jua pelaksanaan diklat keuangan berbasis akrual ini
selama 4 hari mengikuti pelatihan yang bikin pusing, di akhir acara kami mengikuti materi team building...
hmm.. kedengarannya asyik....
Yap! materi ini diisi acara fun games dan santai bersama rekan selama diklat.
berikut jepretan kamera panitia selama kegiatan berlangsung:)

Minggu, 11 Oktober 2015

Mengikuti Diklat Advokat


Alhamdulillah, selesai juga mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) yang diselenggarakan oleh DPN PERADI dan Universitas Bangka Belitung selama sebulan di Kampus FH UBB.

Diikuti 28 peserta penyandang gelar sarjana hukum, PKPA Angkatan II berlangsung sejak 19 September hingga 11 Oktober 2015. PKPA merupakan jenjang yang dipersyaratkan untuk menjadi seorang Advokat. 
 
PKPA merupakan prasyarat bagi seorang calon advokat untuk dapat dilantik sebagai Advokat.
"Officium Nobile" begitulah profesi advokat.

“Advokat merupakan profesi mulia, diperlukan bagi pencari keadilan. Kemuliaan itu tercermin dari perannya yang memberikan nasihat atau saran.” tegas Bustami, Rektor UBB, ketika menutup Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) Angkatan II di Ruang Pertemuan Fakultas Hukum UBB, Kampus Terpadu, Merawang, Minggu (11/10/2015).


Jumat, 11 September 2015

Alhamdulillah...

Alhamdulillah...

bertambah lagi anggota keluarga kami,
buah hati tercinta yang dititipkan Allah SWT kepada kami,
seorang putera....

" FAQIH ALMUMTAZ "

Lahir : 07 September 2015 -- 23 Dzulqa'idah 1436 H
Pkl. 12.12 WIB

Semoga jadi anak yang sholeh anakku :)

Jumat, 19 Juni 2015

Selamat Milad Putriku

Alhamdulillah, genap 2 tahun sudah usiamu, 
putri kecilku, Aqila Mumtazah.

Doa kami, semoga engkau menjadi anak sholehah, kebanggaan Ayah dan Umu, bagi Agama dan ummat :)

Sabtu, 23 Mei 2015

Berkunjung ke Tanah Deli

Akhir pekan ini, aku harus berkunjung ke Medan karena urusan kantor, aku ditugaskan atasan untuk mengikuti acara Gelas Potensi Investasi Daerah untuk regional Sumatera. sebuah Kegiatan Nasional untuk mempertemukan calon investor kepada pemangku kepentingan. Acara ini diselenggarakan selama 2 hari di Hotel JW. Mariott. 

Aku dan beberapa teman sekantor bermalam di Hotel Kesawan, sebuah hotel di kawasan Kesawan Medan. lumayan bersih dan terjangkau untuk para wisatawan.

Oh ya, hotel ini ternyata dekat dengan tempat bersejarah di kota Medan, antara lain Rumah Djong A Fie, Ia adalah seorang pengusaha, bankir dan kapitan yang sukses dan berasal dari Tiongkok.




Rumah Tjong A Fie didirikan pada tahun 1900. Rumah yang difungsikan sebagai museum ini akan membawa kita kembali bernostalgia ke era Baba dan Nyonya lengkap dengan sejarah dan tradisinya. Di museum dan bangunan cagar budaya nasional seluas 6000m2 yang berumur lebih dari seabad ini, kita dapat menikmati keindahan arsitektur Cina kuno yang digabungkan dengan nuansa arsitektur gaya Eropa dan Melayu. Dibangun oleh seorang mayor Cina yang melegenda, Tjong A Fie. Rumah kediaman ini kini menjadi salah satu ikon dan simbol sejarah multi etnis di kota Medan dan Restoran Tip Top, restoran nostalgia ini pertama kali berdiri pada tahun 1929 di Lapangan Merdeka Medan dengan nama Restoran Jangkie. Kemudian pada tahun 1934 pindah ke tempat yang sekarang dan berganti nama menjadi Tip Top Restaurant. Jalan Ahmad Yani kawasan Kesawan Medan.

Terkenal dengan kue-kue olahan sendiri yang masih menggunakan oven batu sebagai pemanggangnya, restoran ini juga hadir dengan berbagai hidangan western food dan local favourites seperti nasi goreng ham & telur yang termasuk salah satu favorit. Tempat untuk hangout sambil menikmati ice cream khas eropa (Belanda terutama) yang juga olahan sendiri. 

Usai melaksanakan kegiatan, aku dan teman-teman kantor ingin menikmati suasana Kota Medan. Teringat aku akan sebuah Istana. Ya Istana Maimun sebuah istana yang sangat melekat dengan kota Medan. Istana ini terletak di Kel. Sukaraja, Kec. Medan Maimun. Didesain oleh seorang arsitek dari Italia dan didirikan oleh  Sultan Deli (Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah) pada tahun 1888.




Memasuki beranda istana, pengunjung disambut dengan lantunan lagu-lagu melayu. Hmm... seperti bertualang ke zaman kesultanan dulu. 

Kamis, 22 Januari 2015

Stop Menabung Rupiah, Buat Harta Anda Berkah

Hahaha.. judulnya provokatif banget yah… :)
Silahkan membaca dengan tenang. Karena mungkin setelah ini, Anda perlu berlari. Jika perlu, siapkanlah secangkir teh panas untuk menemani. Uapnya yang mengepul membawa serta wangi tehnya. Emm.. saya paling menyukai regukan pertama. Regukan selanjutnya tidak bisa mengalahkan, karena regukan pertama itu pembeda.
 

Kali ini saya ingin mengajak Anda untuk memikirkan kembali harta Anda. Tidak harus kaya, tapi tulisan ini mudah-mudahan dapat membuat harta Anda berkah pada bulan-bulan ke depan, insyaAllah. Berkah itu sedikit tapi mencukupi, kecil ukurannya, tapi segunung manfaatnya. Rosulullah ketika membangun Madinah, hal pertama yang beliau bangun adalah pasar, setelah masjid. Ini menandakan, betapa pentingnya perputaran roda ekonomi bagi suatu negeri. Agar apa? Agar harta itu tidak menumpuk hanya pada kalangan orang-orang kaya saja.

Saya tidak tahu berapa jumlah harta Anda saat ini. Tapi cobalah menghitungnya. Ya, saya serius, cobalah untuk menghitung harta yang Anda miliki. Tidak perlu seluruhnya, cukup harta yang berupa uang saja, baik cash maupun dalam bentuk tabungan Anda.

Anggap saja salah seorang pembaca memiliki harta berupa uang sejumlah 1 juta rupiah. Bagi sebagian orang, memiliki harta sejumlah ini terbilang kaya, namun bagi yang lainnya bisa dianggap kurang.

Silahkan Anda reguk dahulu tehnya, karena setelah ini kita akan sedikit melakukan perhitungan.

Pada saat ini (Januari 2015) uang 1 juta bisa membeli 100 (seratus) mangkok bakso, dengan harga bakso paling murah di tempat saya Rp10.000/mangkok. Katakanlah uang 1 juta ini saya simpan hingga tahun depan. Pertanyaannya apakah tahun depan saya masih bisa membeli 100 mangkok bakso?
Jawabannya adalah “”Tidak”. Mungkin saya hanya akan mendapatkan 50 (lima puluh) mangkok.
Loh, kenapa hal ini bisa terjadi?
Ini kita baru bicara soal 1 tahun, bagaimana jika 10 tahun? Mungkin uang 1 juta yang sama hanya mampu untuk membeli 15 mangkok bakso.
Maaf, saya menyinggung-nyinggung bakso, bukan karena saya doyan bakso. Tapi bakso akan mengingatkan kita pada lagu waktu kecil saya, ingat gak lagu ini :
“Abang tukang bakso
Mari-mari sini
Aku mau beli
Abang tukang bakso
Cepatlah kemari
Satu mangkok saja
dua ratus perak
yang banyak baksonya”
Jadi harga bakso tahun 1990 itu hanya Rp. 200, itu pun baksonya sudah banyak. Jadi bisa kita hitung, berapa kenaikannya hingga tahun 2012 ini. 2.500 % (dua ribu lima ratus persen) dalam 12 tahun. ck.. ck.. ck..

Anda harus mulai ilir (bangun). Kita hidup seperti ini dianggap biasa. Ekonomi kita terus digerus dari hari ke hari, dari tahun ke tahun. Di bangku sekolah kondisi ini hanya diberi nama inflasi, tapi saya bilang ini pembodohan terkeji.
Anda misalnya ingin memiliki rumah. Taruhlah tipe 36/72 dengan harga 80 juta. Anda misalnya menabung tiap bulan sebesar 1 juta, maka dalam 80 bulan (6,5 tahun) akan terkumpul 80 juta tersebut. Tapi apakah setelah 6.5 tahun, Anda dapat membeli rumah yang sama? Lagi-lagi jawabannya adalah “Tidak”. Karena bisa jadi pada tahun ke-6 harga rumah yang sama akan menjadi senilai Rp220 juta. Dan Anda perlu mengumpulkan lagi hingga 220 juta. Tapi ketika sekian tahun sudah sampai 220 juta. Maka harga rumah tersebut sudah naik lagi menjadi 340 juta. Jadilah kita pengumpul uang selamanya, dan tidak pernah sempat memiliki rumah sama sekali.
Tapi pada kenyataannya orang bisa saja nekad membeli rumah dengan cara KPR, meskipun kalau di total-total harus membayar berlipat dari harga pokok rumah tersebut.
Ini soal Anda menyimpan uang di rumah. Bagaimana kalau di bank? Saya hanya akan senyum, coba saja jawab dua pertanyaan ini :
  • Berapa sih bunga paling tinggi untuk tabungan?
  • Emang mau kelebihannya (riba) yg gak seberapa (3%) dibanding persentase penggerusan yg mencapai 12% pertahun mengotori harta Anda?
Kemudian bagaimana kalau deposito? Podo wae. Silahkan jawab kembali dua pertanyaan di atas.
Jadi simpanan uang Anda, atau dikenal dengan tabungan, tidak akan pernah menyelamatkan harta Anda. Justru sebaliknya, diam-diam dikeruk dengan dalih inflasi. Lebih jauh lagi, dana Anda dikumpulkan untuk membiayai bisnis para konglomerat yang kian hari kian gede. Al-hasil, si kaya makin kaya, si miskin cuman jadi budak yang tidak bisa keluar dari kemiskinannya.

Silahkan kembali pada Al-Quran, buka surat Al-Hasyr ayat 7.
Ini sesi pembuka. Setuju dengan analisa di atas atau tidak? Jika Anda tidak setuju, silahkan tutup tulisan ini, karena tidak akan berguna bagi Anda. Tapi jika Anda setuju bahwa pembodohan massal ini harus disudahi detik ini juga, Anda bertekad menyelamatkan harta Anda, maka mari kita lanjutkan ke solusi-solusi yang harus kita ambil tindakan segera. 

Solusi yang pertama, Stop Menabung Rupiah
Rupiah Anda, dan mata uang-mata uang lainnya adalah perampok dalam kekayaan Anda. Jika Anda mempelajari sejarah uang, kesimpulan yang sama akan Anda dapatkan. Ada beberapa sumber referensi, mulai dari buku dan dokumen internet yang tersebar. Anda dapat mulai membacanya jika Anda inginkan.

Jangan menyimpan rupiah di bank, apalagi di bawah bantal. Lalu harus kita apakan uang tersebut? 

Solusi yang kedua, Bertahan : Amankan Harta Anda
Ini adalah langkah bertahan. Tukarkan rupiah Anda dengan dinar emas, atau emas murni, bukan emas perhiasan. Karena kalau emas perhiasan, ketika dijual lagi akan terkurangi oleh biaya-biaya lain yang lumayan besar, seperti biaya sepuh.

Emas merupakan alat tukar yang diakui oleh dunia. Jadi dimana pun Anda berada, emas akan dihargai senilai berat emas tersebut. Inilah sebenarnya alat tukar yang benar. Yang selama berabad-abad nilainya tidak berubah. Hanya karena istilah ‘inflasi’ saja seolah-olah nilainya naik, padahal yang turun adalah nilai rupiah kita.
Kalau lihat di internet, harga emas pada tahun 1990 senilai Rp21.000 /gram. Artinya cukup untuk beli 105 mangkok bakso (Rp200/mangkok). Nah tahun 2012 ini sempat menyentuh angka Rp540.000/gram. Artiya kalau dikonversi ke harga bakso sekitar 108 mangkok (Rp 5.000/mangkok).
Anda dapat ikut menghitung juga dengan data-data history di bawah ini :
Seperti dapat Anda lihat 1 gram emas dari tahun 1990 hingga 2012 kebal dengan penggerusan kekayaan. Tetap dapat dipakai untuk membeli sekitar 100-an mangkok bakso. Kalau pun sekarang harga bakso bahkan ada yang mencapai Rp. 15.000, ini hanya kreatifitas pedagang melariskan jualannya. Hitung-hitungan di atas adalah harga bakso standar, meskipun saya sendiri tidak begitu memahami standarnya seperti apa? :-) 

Okey, jadi ini adalah solusi bertahan. Jika Anda punya kelebihan harta, maka selain dinar emas, atau emas murni, anda dapat pertahankan kekayaan Anda dengan menukarkannya menjadi property, seperti tanah misalnya. Aset dalam bentuk property inilah yang terbukti pula secara puluhan tahun, sanggup bertahan dan stabil.
Sekali lagi, ini hanya untuk bertahan. Dan bertahan adalah langkah terakhir orang-orang yang kehabisan ide. Makanya Islam mewajibkan zakat maal sebagai penggantinya. Saya hanya menyampaikan kembali apa yang sudah saya baca dan lakukan selama ini. Saya menginginkan uang 1 juta Anda hari ini menjadi bermiliyar seperti yang saya lakukan 2 tahun terakhir ini.
Anda, sahabat terdekat saya boleh tidak percaya. Karena tidak ada sesuatu yang istimewa dan mencirikan saya memiliki harta sebanyak itu. Kendaraan tidak punya, handphone pun biasa, tempat tinggal pun masih ngontrak. Tapi kenapa saya mengklaim punya harta sebanyak itu? 

Solusi ketiga, Menyerang : Buat Harta Anda Berkah
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr, 59:7)
Saya tidak menemukan perintah menabung dalam Al-Quran, yang ada adalah perintah menafkahkan harta pada beberapa ayat Al-Quran. Ayat-ayat yang ditemukan tersebut menyebutkan “nafkahkanlah sebagian”. Karena disebutkan kata “sebagian”, saya belum dapat mengambil kesimpulan, yang sebagian lainnya digunakan untuk apa. Tapi lupakanlah terlebih dahulu tentang sebagian itu. Saya terfokus dengan kewajibannya, yaitu “nafkahkanlah”.
Setelah saya tanya kepada sahabat saya yang saat ini tinggal di Makkah, “nafkah” itu seakar dengan kata “infaq” yang berarti “mengeluarkan”. Meskipun ada artian “bekal”, namun katanya, tidak dapat disamakan dengan “tabungan”.

Oleh sebab itu, saya meyakini bahwa yang dimaksud dengan “menafkahkan harta” adalah mengeluarkannya untuk kebaikan, bukan mengeluarkan untuk berfoya-foya, tidak pula hanya mengeluarkannya dalam arti sempit untuk memenuhi kewajiban zakat saja.
Sahabat saya ini bilang harta itu seperti air. Jernih jika mengalir, kotor jika menggenang.
Dua tahun yang lalu saya menjual BlackBerry saya. Waktu beli harganya Rp. 2.500.000, saya jual setelah memakai 9 bulan menjadi Rp. 1.700.000. Saya jual murah waktu itu, karena yang beli cantik… hehehe.. *bercanda* Yang beli sudah bapak-bapak, tapi beliau bawa gadisnya yang cantik.. *hahahaha… sama aja*

Bersama sisa uang saya yang gak seberapa, saya kumpulkan untuk membeli 2 koin dinar emas, dan beberapa lagi koin dirham. Tadinya pengen buat mahar nikah. Tapi karena yang satu koin dinar emas dibeli lagi oleh salah seorang teman, jadilah belum jadi nikahnya.. *hahaha, bercanda lagi, bukan karena itu alasannya*

Waktu itu satu koin dinar emas seharga Rp2.200.000 setara kambing kualitas super. Uang fresh tersebut saya gunakan untuk berdagang. Ya, seperti anjuran Rosulullah, Berdagang. Dan seperti perintah Al-Quran, Nafkahkan. Hanya dua itu yang saya pegang, keuntungan berdagang tidak pernah saya simpan, tapi gulirkan kembali untuk berdagang. Jadi setiap hari, saya hampir tidak punya uang, kecuali untuk membeli kebutuhan pokok harian, atau untuk urusan bermuamalah lainnya dengan orang lain.

Saya membayangkan, jika BlackBerry itu masih saya pakai hingga saat ini. Maka saya tidak mungkin memiliki persediaan barang dagangan yang ratusan juta. Tidak mungkin total rupiah barang tersebar ke pasar bermilyar. Yang dengan barang itu terbuka peluang usaha bagi orang lain. Ada yang terselamatkan karena habis di PHK, ada yang membuka kursus, ada yang menjual alat kreatif. Ada pula yang bisa segera lulus kuliah. Bahkan tukang ojek sekitar rumah pun kecipratan lebihnya, karena ada objek tambahan. Kurir nasional pun kebagian, karena banyaknya kiriman. Silaturahim dengan banyak orang, dari berbagai kalangan juga hal yang tidak bisa tergantikan.

Inilah rasanya menjadi pedagang sekaligus pendidik. Pada dasarnya hanya hartalah yang kita alirkan, yang kita putar, yang kita nafkahkan. Kalau dengan sebuah blackberry saja bisa memutar roda perekonomian puluhan orang. Bagaimana bila tabungan Anda pun demikian? Bagamaina jika kendaraan bermotor Anda yang tidak produktif dinafkahkan? Bagaimana jika ini bukan hanya dilakukan oleh Anda ataupun saya. Tapi ini dilakukan oleh kita semua? Saya optimis, pengangguran dengan sendirinya teratasi, kemakmuran yang merata pun bukan hal yang mustahil. Kita bukan saja selamat dari inflasi, tapi kita menyelamatkan saudara kita dari kemiskinan.

Inilah yang Islam katakan dengan barokah. Sedikit tapi mencukupi, kecil tapi manfaatnya segunung.
Segera jadikan harta Anda barokah, atau membiarkannya dirampok terang-terangan.

sumber : https://insansains.wordpress.com/2012/05/07/stop-menabung-rupiah-buat-harta-anda-berkah/

Sabtu, 03 Januari 2015

INDONESIA ADIL DAN SEJAHTERA, mungkinkah??

Artikel ini dikutip dari sebuah artikel blog yang ditulis oleh Bapak Teguh Hidayat 

Sepanjang tahun 2014 lalu, seperti yang anda ketahui, IHSG naik cukup signifikan yakni 22.3%. Berdasarkan statistik BEI di hari perdagangan terakhir di tahun 2014, dua sektor yang menjadi pendorong utama kenaikan IHSG adalah sektor properti dan konstruksi dengan kenaikan 55.8%, dan jasa finansial (perbankan, asuransi, dan pembiayaan) sebesar 35.4%. Kenaikan yang tinggi di sektor properti dan konstruksi, terutama konstruksi, salah satunya karena didorong oleh optimisme investor bahwa Pemerintahan yang baru dibawah presiden Jokowi akan fokus pada pembangunan infrastruktur, dimana perusahaan-perusahaan konstruksi akan diuntungkan. Dan karena pembangunan infrastruktur tersebut dikatakan akan fokus pada sektor maritim, maka jadilah saham-saham perkapalan, pelabuhan, hingga perikanan turut terkena sentimen positif. Jika semuanya lancar, maka Indonesia akan menjadi salah satu ‘poros maritim dunia’ dalam beberapa tahun kedepan.

Dan sayangnya, kalau kita balik lagi ke kondisi perekonomian nasional pada saat ini, maka Indonesia sejatinya sedang dalam kondisi yang tidak terlalu baik. Jumat kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data neraca ekspor impor untuk periode Januari – November 2014, dan datanya menunjukkan bahwa neraca perdagangan kita masih defisit (impor lebih besar dibanding ekspor) sebesar US$ 2.1 milyar. Defisit yang terjadi terus menerus sejak tahun 2012 turut menekan pertumbuhan ekonomi nasional hingga ke level 5.0% pada Kuartal III 2014, atau level terendah dalam lima tahun terakhir. Data inflasi juga tampak tidak terlalu bagus, dimana sepanjang tahun 2014 angkanya tercatat 8.4%, atau jauh diatas target Bank Indonesia (BI) sebesar 4.5%. Karena itulah, meski ada banyak pihak yang menyatakan bahwa pelemahan Rupiah hingga ke posisi Rp12,474 per US Dollar adalah lebih karena penguatan mata uang US Dollar itu sendiri, terbukti yang melemah gak cuma Rupiah melainkan hampir seluruh mata uang negara lainnya juga turut melemah, namun faktor lainnya yang juga harus diperhatikan adalah fundamental perekonomian Indonesia yang memang, seperti yang sudah disebut diatas, sedang tidak terlalu bagus.

Kalau penulis perhatikan, kondisi ini masih merupakan buntut dari pelemahan harga komoditas, terutama batubara, crude palm oil (CPO), dan karet yang terjadi sejak 2012 lalu sampai sekarang. Meski Warren Buffett sendiri seringkali mengabaikan data makroekonomi seperti ini dan lebih fokus pada fundamental perusahaan, namun mau tidak mau hal ini tetap menjadi concern penulis, karena itu artinya terdapat gap yang cukup lebar antara posisi IHSG pada saat ini dengan fakta ekonomi di lapangan. Kalau anda mau jujur, anda juga harus mengakui bahwa kenaikan saham-saham konstruksi, perkapalan hingga perikanan sepanjang 2014 lalu, rata-rata lebih didorong oleh ‘prospek kedepan’ ketimbang fundamental riil mereka bukan?

Kondisi perekonomian Indonesia yang tergantung pada fluktuasi harga-harga komoditas di pasar internasional ini, mengingatkan penulis dengan negara Qatar. Kalau anda rajin baca-baca tentang ekonomi makro (di Wikipedia banyak kok), anda akan mengetahui bahwa Qatar adalah negara paling makmur di dunia, dengan GDP per kapita sebesar US$ 146 ribu pada tahun 2013, atau paling tinggi dibanding negara lain manapun. Qatar bisa menjadi negara dengan GDP sebesar itu, karena mereka memiliki salah satu cadangan gas alam (natural gas) terbesar di dunia, dimana sektor gas alam dan minyak menyumbang lebih dari 60% GDP di Qatar. Karena penduduk di Qatar cuma sedikit, maka jadilah GDP per kapita mereka menjadi sangat besar. Kondisi ini juga mirip dengan negara Brunei Darussalam, yang juga merupakan salah satu negara dengan GDP per kapita tertinggi di dunia, karena mereka punya stok minyak dan gas alam yang melimpah untuk diekspor, sementara disisi lain jumlah penduduknya tidak begitu banyak.

However, baik Pemerintah Qatar maupun Brunei sejak awal sudah sadar bahwa mereka tidak bisa sepenuhnya menggantungkan diri pada ekspor minyak dan gas, karena kalau begitu caranya maka pertumbuhan ekonomi mereka akan dengan mudah diombang ambing oleh fluktuasi dari harga minyak dan gas itu sendiri di pasar internasional. Karena itulah, sejak tahun 1983, Pemerintah Brunei mendirikan Brunei Investment Agency (BIA), yakni sebuah badan dibawah Kementerian Keuangan Brunei, yang secara khusus bertugas untuk menginvestasikan kembali dana surplus yang dihasilkan dari ekspor migas, sehingga dana tersebut tidak menguap sia-sia melainkan menjadi aset yang menghasilkan tambahan pendapatan bagi negara dan juga perekonomian Brunei secara keseluruhan. BIA kemudian menempatkan investasi pada beragam aset, seperti Dolchester Collection, Beverly Hills Hotel, Grand Hyatt Singapore Hotel, Paterson Securities (di Australia), Bahagia Investment Corp (di Malaysia), dan seterusnya.

Sementara di Qatar, pemerintah setempat baru mendirikan Qatar Investment Authority (QIA) pada tahun 2005, dengan tujuan yang juga sama dengan BIA: Menginvestasikan kembali dana surplus yang dihasilkan dari ekspor migas. Meski masih relatif baru, QIA malah justru lebih agresif dalam berinvestasi dimana mereka membeli saham-saham, baik minoritas maupun mayoritas, dari perusahaan-perusahaan paling terkenal di dunia, seperti Barclays, Fisker, Volkswagen Group, Harrods Group, Sainsbury’s, Miramax Films, Credit Suisse, Royal Dutch Shell, hingga klub sepakbola Paris Saint Germain. 

Dengan kepemilikan dana yang sepertinya tidak terbatas, baru-baru ini QIA juga menginvestasikan US$ 5 milyar untuk membangun fasilitas petrokimia di Malaysia, dan US$ 10 milyar untuk investasi di berbagai sektor ekonomi di Tiongkok (dengan bekerja sama dengan CITIC Group sebagai fund manager-nya).

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Meski Indonesia memiliki cadangan sumber daya alam yang melimpah mulai dari minyak dan gas, emas, nikel, batubara, hingga CPO dan karet, namun kebanyakan dari sumber daya alam tersebut dikuasai oleh swasta, baik itu asing maupun domestik, dan bukannya Pemerintah, dan ini berbeda dengan Pemerintah Brunei dan Qatar yang memiliki kendali penuh atas hampir seluruh cadangan migas mereka. Alhasil ketika harga-harga komoditas sedang naik, maka yang menikmatinya hanya pihak-pihak tertentu seperti para konglomerat pemilik tambang batubara, dan bukannya warga negara secara keseluruhan. Itu sebabnya meski ekonomi kita tumbuh signifikan dalam beberapa tahun terakhir ini, namun pertumbuhan tersebut terjadi dengan sangat tidak merata, dimana beberapa orang kaya di perkotaan bisa menjadi tambah kaya, tapi orang-orang yang miskin di kampung-kampung tetap saja miskin.

Problemnya adalah, jika para konglomerat ini lebih memilih untuk menarik dana hasil surplus mereka dari ekspor batubara dll keluar Indonesia (seperti yang dilakukan Banpu melalui ITMG), maka ya jadinya kita nggak dapet apa-apa. Tapi ketika gilirannya harga-harga komoditas ini turun, maka perekonomian kita tetap terkena dampaknya. Pemerintah Indonesia sebenarnya bukan tanpa kendali sama sekali terhadap natural resources, karena mereka masih menguasai minyak melalui Pertamina, batubara melalui Bukit Asam (PTBA), dan perkebunan kelapa sawit dan karet melalui PT Perkebunan Nusantara (PTPN). Tapi yah, seberapa besar sih kekuasaan Pertamina atas cadangan minyak di seluruh Indonesia? SKK Migas sejauh ini kerjanya ngapain aja? Termasuk PTBA, coba deh, bisa nggak mereka ambil alih Kaltim Prima Coal (KPC) dari tangan Bumi Resources (BUMI)?

However, kinerja yang tidak terlalu bagus yang ditunjukkan oleh BUMN-BUMN di bidang natural resources diatas, mungkin itu karena kurangnya support dari Pemerintah juga, dimana DPR kerjaannya cuma minta setoran dividen aja tiap tahun, atau minta jatah kursi komisaris dengan gaji Rp50 juta per bulan padahal kerjaannya cuma datang rapat nggak jelas setahun sekali. 

At the end, baik itu pemerintah Qatar maupun Brunei, mereka bisa memiliki kendali penuh atas natural resources-nya, karena ketegasan sang Emir dan Sultan dalam mengatakan, ‘all of these natural resources are belong to our people, and not certain individual or corporations!’. Dalam mengelola migas-nya, pemerintah Brunei sejatinya tidak sendirian melainkan bekerja sama dengan Shell, dan Pemerintah Qatar juga harus bekerja sama dengan ExxonMobil, Total, Mitsui, dan Marubeni. However, sebagai tuan rumah, Pemerintah Brunei dan Qatar sama-sama dalam posisi majority shareholders dari perusahaan minyak yang didirikan, sehingga mereka memiliki kendali atas perusahaan-perusahaan minyak global tersebut, dan bukannya sebaliknya.

Kemudian bagaimana dengan Pemerintah Indonesia?

ketika bagaimana Pemerintah bisa dengan gampangnya mencabut subsidi BBM dan mengeksekusi keputusan penting lainnya tanpa perlu lagi bagi-bagi jatah jabatan dengan para orang-orang di DPR seperti yang dulu selalu dilakukan Presiden SBY, maka terdapat harapan yang besar bahwa Indonesia kini memiliki pemerintahan yang efektif, yang bisa dengan tegas mengatakan kepada individu maupun korporasi tertentu, baik asing maupun lokal, bahwa, ‘bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat!’. Penulis berharap bahwa, meski tentunya memerlukan kerja keras dan waktu yang tidak sebentar, namun suatu hari nanti Pemerintah RI pada akhirnya memiliki cukup kendali atas cadangan natural resources di Indonesia, entah itu melalui BUMN atau badan-badan yang secara khusus dibentuk untuk mengelola natural resources tersebut.

Kemudian, setelah memastikan bahwa hasil sumber daya alam kita nggak diangkut kemana-mana melainkan balik lagi ke bumi Indonesia, maka Pemerintah juga mendirikan satu badan khusus, mungkin dengan nama Indonesia Investment Authorities atau semacamnya, yang bertugas untuk menginvestasikan kembali hasil surplus dari natural resources (atau dari manapun), ke aset-aset yang produktif. Dengan cara inilah, meski tentunya akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, maka suatu hari nanti pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tidak lagi tergantung pada fluktuasi harga komoditas, karena kita juga punya alternative income dalam bentuk dividen ataupun profit sharing dari investasi-investasi yang sudah ditanamkan sebelumnya, dimana income ini langsung masuk ke kas negara dan bisa dialokasikan untuk APBN.

Kalau boleh jujur, jika mampu dikelola dengan serius, maka Indonesia Investment Authorities ini sebenarnya bisa juga langsung didirikan untuk kemudian beroperasi tanpa perlu menunggu support dana yang dihasilkan dari surplus natural resources. Sejak tahun 1974 lalu, atau kurang dari sepuluh tahun sejak negaranya merdeka, Pemerintah Singapura sudah mendirikan Temasek Holdings, sebuah perusahaan investasi yang kerjaannya menginvestasikan sejumlah dana yang sejak awal memang sudah dialokasikan oleh Pemerintah untuk diinvestasikan, tanpa perlu menunggu surplus dari hasil ekspor natural resources atau lainnya, karena memang Singapura nggak punya natural resources sama sekali. Dan setelah 40 tahun, pada saat ini Temasek merupakan salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di dunia dengan total aset US$ 317 milyar pada akhir tahun 2013. Untuk tahun fiskal 2013, Temasek menghasilkan laba bersih US$ 10.6 milyar, yang kesemuanya menjadi milik Kementerian Keuangan Republik Singapura sebagai pemegang 100% sahamnya. Untuk state budget, Pemerintah Singapura juga secara rutin menarik dividen dari Temasek dengan nilai sesuai kebutuhan.



Kesimpulan

Karena negaranya tidak memiliki natural resources, maka nilai dana kelolaan yang dipegang Temasek sebenarnya relatif terbatas, sehingga kontribusinya terhadap perekonomian Singapura secara keseluruhan tidak terlalu signifikan, dan ini berbeda dengan BIA milik Brunei ataupun QIA milik Qatar, yang kinerja mereka dalam berinvestasi cukup berpengaruh terhadap perekonomian nasional.

Sementara posisi Indonesia lebih mirip dengan Brunei dan Qatar ketimbang Singapura, dalam hal kepemilikan sumber daya alamnya yang melimpah. However, jika Pemerintah kesulitan dalam mengambil alih semua aset natural resources yang tersebar di seluruh Indonesia (karena memang tidak semudah itu), maka paling tidak bisa dibuat beberapa formula atau peraturan yang memungkinkan Pemerintah memperoleh bagian lebih dari natural resources yang dihasilkan perusahaan-perusahaan. Contohnya, diluar pajak yang dibayar perusahaan, Pemerintah sudah menerima royalti dari batubara, bea keluar dari ekspor CPO, dan juga royalti dari tambang emas milik Freeport dan Newmont. Jika Pemerintah mampu bernegosiasi dengan pihak korporasi, maka nilai dari royalti dan bea keluar tersebut bisa dinaikkan sekian persen, katakanlah dengan menyesuaikan dengan harga komoditas di pasar internasonal (jadi kalau harga batubara naik, royaltinya ikut naik, kalau turun ya ikut turun).

Dana yang diperoleh kemudian dikumpulkan dalam satu wadah, katakanlah dengan nama Indonesia Natural Resource Fund, untuk kemudian jangan digunakan untuk apa-apa kecuali untuk investasi, dalam hal ini investasi di dalam negeri untuk membangun infrastruktur pelabuhan, pembangkit listrik dll. Selain itu, diluar dana yang dikelola sendiri oleh negara, Pemerintah juga bisa mengeluarkan peraturan yang mengharuskan korporasi-korporasi tambang dan lainnya untuk menggunakan perolehan laba yang besar termasuk ketika harga batubara sedang tinggi-tingginya, untuk diinvestasikan disini ketimbang dibawa kabur keluar negeri.

Sebab, sebagai mana yang kita ketahui pertumbuhan ekonomi didorong oleh empat komponen yakni konsumsi, investasi, belanja negara, dan ekspor, dan ditekan oleh satu komponen, yakni impor. Jadi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, ada banyak upaya yang bisa dilakukan selain dengan terus mendorong ekspor dan menekan impor, yakni juga dengan mendorong investasi di dalam negeri, atau boleh juga investasi diluar negeri selama dana yang diinvestasikan adalah milik Pemerintah atau pihak swasta domestik (sehingga keuntungan hasil investasinya akan tetap balik lagi ke Indonesia). Ketika harga-harga komoditas sedang naik, maka tidak hanya ekspor Indonesia yang meningkat namun surplus/cadamham dana yang bisa digunakan untuk investasi, baik oleh Pemerintah maupun swasta, juga turut meningkat. Dan ketika harga-harga komoditas sedang turun, maka penurunan nilai ekspor akan dikompensasi dengan peningkatan investasi, dimana dananya sudah 'ditabung' hasil dari tingginya nilai ekspor ketika harga-harga komoditas sedang tinggi.

Dengan cara inilah, yakni menyimpan/menabung kelebihan dana ketika lagi banyak duit dalam bentuk investasi, dan menggunakannya nanti ketika lagi susah (untuk konsumsi, belanja negara dalam bentuk subsidi, dll), maka ekonomi Indonesia akan bisa tumbuh secara stabil tanpa perlu lagi bergantung pada fluktuasi harga komoditas di pasar internasional.

Kisah sepasang sendal jepit