Senin, 19 April 2021

Asas praduga tak bersalah dalam hukum

Indonesia itu negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum, bahkan konon semua penduduknya sangat menghargai dan mentaati hukum, maka hargai dan taatilah hukum yang berlaku dan janganlah menjadi hakim dan main hukum sendiri jika tidak berkapasitah pada bidang itu. Hargailah asas hukum praduga tak bersalah (presumption of innocence) yang ada pada undang-undang dan bukannya memvonis orang lain bersalah selagi kasusnya masih diproses-selesaikan di pengadilan.

Asas praduga tak bersalah itu telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman). Pada UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah tertuang pada Pasal 8 ayat (1), yaitu:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Sedangkan pada KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf C yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”

Jika ada undang-undang demikian, bisa saja vonis yang Anda sematkan kepada seseorang sebelum ada keputusan pengadilan adalah pencemaran nama baik ataupun fitnah terhadap orang tersebut. Ingatlah bahwa Anda bukan orang yang hobi memfitnah. Ingatlah bahwa agama Anda melarang perbuatan tersebut. Dan ingatlah besarnya dosa fitnah itu. Sadarlah wahai saudaraku!! 


dikutip dari : https://saidnazulfiqar.wordpress.com/


Catatan penulis;

Pada setiap frasa "Asas praduga tak bersalah" dalam Undang-Undang, selalu diikuti oleh frasa " di muka/ di depan Pengadilan. Mengapa demikian?

Sejatinya "Asas praduga tak bersalah" berlaku bagi Hakim Pengadilan, karena sebagai pengadil suatu perkara, Ia harus berpikir dan bertindak obyektif sebelum membuat keputusan/vonis. 

Beda halnya dengan Jaksa selaku Penuntut Umum, memandang terdakwa selaku individu yang patut diduga bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan 2 (dua) alat bukti. Juga Penasehat/Kuasa Hukum sebagai salah satu unsur aparat pengadilan yang berkepentingan untuk membela terdakwa atau setidaknya mengupayakan keringanan hukuman yang akan diputuskan oleh Hakim dalam persidangan.

Karena itulah, Hakim sebagai profesi yang mulia, Ia dengan segala kewenangannya wajib memandang setiap terdakwa atau pemohon keadilan dengan praduga tak bersalah sampai dengan dinyatakan oleh alat bukti dan fakta persidangan, sebagai tanggungjawab demi keadilan dan kepada Allah SWT.