Minggu, 09 April 2017

Dialog Spektakuler RA Kartini dengan Kyai Sholeh




Kepada sahabat-sahabat Eropanya, RA Kartini sengaja menyembunyikan pertemuannya dengan seorang ulama asal Semarang bernama Sholeh bin Umar Darat, (Kyai Sholeh Darat).

Menurut Ny Fadhila Sholeh, seorang putri Kyai Sholeh Darat, takdirlah yang mempertemukan Kartini dengan ayahnya. Dimana pertemuan terjadi di sebuah acara pengajian di rumah Bupati Demak Pangeran Ario Hadiningrat, seorang Bupati yang tak lain adalah paman RA Kartini sendiri.

Dalam pengajian tersebut Kyai Sholeh membahas tentang tafsir surat Al-Fatihah. Siapa sangka, saat mendengar ulasan Kyai Sholeh tentang tafsir Al-Fatihah Kartini pun nampak terhenyak. Sejak awal dimulainya pengajian, Kartini seolah tak sempat memalingkan mata dari sosok Kyai Sholeh Darat, dan telinganya menangkap kata demi kata yang disampaikan Kyai.

Begitu serius RA Kartini mendengarkan pencerahan dari Kyai Sholeh karena itulah awal pertama ia mendengar makna surat Al-Fatihah. Harap dimaklumi, karena seumur hidupnya, RA Kartini tak pernah mengetahui arti dan makna Al-Quran.

Pengajian di rumah Bupati Pangeran Ario Hadiningrat pun usai. Namun RA Kartini belum puas. Ia pun memaksa pamannya untuk menemaninya menemui Kyai Sholeh Darat. Pangeran Ario Hadiningrat pun dengan senang hati menuruti permintaan keponakannya itu.  Setelah Ario Hadiningrat memperkenalkan keponakannya kepada Kyai Sholeh, maka terjadilah dialog Kartini-Kyai Sholeh yang diceritakan kembali oleh Ny. Fadhilah Sholeh berikut ini :

RA Kartini : "Kyai, perkenankan saya bertanya bagaimana hukumnya apabila seorang berilmu menyembunyikan ilmunya?"

Kyai Sholeh : "Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?"

RA kartini : "Kyai, selama hidupku baru kali ini aku berkesempatan memahami makna surat Al Fatihah, surat pertama dan induk Al Quran. Isinya begitu indah, menggetarkan sanubariku,"

Kartini melanjutkan :

RA Kartini : "Bukan buatan rasa syukur hati ini kepada Allah. Namun, aku heran mengapa selama ini para ulama melarang keras penerjemahan dan penafsiran Al Quran ke dalam Bahasa Jawa. Bukankah Al Quran adalah bimbingan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia?"

Dialog sempat terhenti sampai di situ. Ny Fadhila menulis, mendengar pernyataan RA Kartini, Kyai Sholeh tak bisa berkata apa-apa kecuali ucapan ‘Subhanallah’. Kartini telah membuat Kyai Sholeh memiliki pekerjaan rumah untuk menerjemahkan Al Quran ke dalam Bahasa Jawa.

Usai pertemuan tersebut, Kyai Sholeh pun mulai menerjemahkan Al Quran ayat demi ayat, juz demi juz. Sebanyak 13 juz hasil terjemahan itu akhirnya diberikan RA Kartini sebagai hadiah perkawinannya dengan RM Singgih Djojo Adhiningrat. Luar biasanya, RA Kartini menyebutnya sebagai kado pernikahan yang tidak bisa dinilai manusia.

Surat yang diterjemahkan Kyai Sholeh adalah surat Al Fatihah hingga Surat Ibrahim. RA Kartini mempelajarinya secara serius dan seksama hingga hampir di setiap waktu luangnya. Namun sayangnya, RA Kartini tidak pernah lagi mendapat terjemahan ayat-ayat selanjutnya karena Kyai Sholeh Darat telah lebih dulu meninggal dunia.

Usai mendalami makna Al-Quran dan hasil terjemahan almarhum Kyai Sholeh, spritualitas RA Kartini mengalami guncangan hebat. Pemikirannya berubah drastis. Kini giliran ia menghantam balik ideologi kolega dan rekan-rekan Eropanya.