Minggu, 09 April 2017

Hidayah Allah Rubah RA Kartini Dari Liberal Pluralis Ke Islam Sejati




Masa Pluralisme dan Liberal RA Kartini 

RA (Raden Ajeng) Kartini di masa-masa kedekatannya dengan imperialis Eropa termasuk Belanda adalah sosok yang tak mendukung Islam bahkan terkesan anti-Islam. Meski beragama Islam namun di beberapa kesempatan putri dari RM Adipati Ario Sosroningrat itu tak mengakui ajaran Islam.

Agama yang sesungguhnya adalah kebatinan, dan agama itu bisa dipeluk baik sebagai Nasrani, maupun Islam, dan lain-lain.” (Surat RA Kartini kepada Ny Rosa Abendanon tertanggal 31 Januari 1903).

Kalau orang mau juga mengajarkan agama kepada orang Jawa, ajarkanlah kepada mereka Tuhan yang satu-satunya, yaitu Bapak Maha Pengasih, Bapak semua umat, baik Kristen maupun Islam, Buddha maupun Yahudi, dan lain-lain.(Surat RA Kartini kepada E.C Abendanon, tertanggal 31 Januari 1903).

Tak hanya memuji keyakinan lain, RA Kartini juga diketahui mengkritik keras ajaran Islam :

Mengenai agamaku, Islam, aku harus menceritakan apa? Islam melarang umatnya mendiskusikan ajaran agamanya dengan umat lain. Lagi pula, aku beragama Islam karena nenek moyangku Islam. 

Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, jika aku tidak mengerti dan tidak boleh memahaminya? Alquran terlalu suci; tidak boleh diterjemahkan ke dalam bahasa apa pun, agar bisa dipahami setiap Muslim. Di sini tidak ada orang yang mengerti Bahasa Arab. Di sini, orang belajar Alquran tapi tidak memahami apa yang dibaca.

Aku pikir, adalah gila orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yang dibaca. Itu sama halnya engkau menyuruh aku menghafal Bahasa Inggris, tapi tidak memberi artinya.

Aku pikir, tidak jadi orang soleh pun tidak apa-apa asalkan jadi orang baik hati. Bukankah begitu Stella?," (Surat RA Kartini kepada Stella Zihandelaar bertanggal 6 November 1899).

Tak puas dengan uneg-uneg hatinya, RA Kartini kembali menulis surat kepada sahabatnya, tapi kali ini untuk Rosa Manuela Abendanon yang berisi sindiran terhadap Islam :

Dan waktu itu aku tidak mau lagi melakukan hal-hal yang tidak tahu apa perlu dan manfaatnya. Aku tidak mau lagi membaca Alquran, belajar menghafal perumpamaan-perumpamaan dengan bahasa asing yang tidak aku mengerti artinya.

Jangan-jangan, guruku pun tidak mengerti artinya. Katakanlah kepada aku apa artinya, nanti aku akan mempelajari apa saja. Aku berdosa. Kita ini terlalu suci, sehingga kami tidak boleh mengerti apa artinya,” (Surat RA Kartini untuk Ny Rosa Manuela Abendanon, tertanggal 15 Agustus 1902).

Siapapun tahu jika RA Kartini saat itu adalah figur wanita pribumi Jawa namun memiliki ideologi liberalis dan pluralis. Kolega dan sahabat-sahabat Eropanya yang menanamkan ideologi tersebut ke kehidupan RA Kartini, yang pada akhirnya mempengaruhi jiwanya serta mendukungnya melakukan perubahan dengan upaya propaganda liberalisme dalam lingkungan budaya Jawa.

Namun kolega dan sahabat Eropanya mulai terhenyak dengan manuver sikap RA Kartini yang mulai unjuk perubahan.
Hidayah Allah Rubah RA Kartini Dari Liberal Pluralis Ke Islam Sejati 

Hidayah akan datang kepada sesiapa yang dikehendaki Allah. Dan di luar dugaan, hidayah Allah yang lembut itu terlanjur telah merasuki jiwa dan kalbu RA kartini. 

Berkat Kyai Sholeh yang telah menuntun RA Kartini menuju reformasi spiritual. Relijius dan pandangan RA Kartini yang semula memuja kebudayaan barat pun mulai berubah bahkan RA Kartini secara berani mengkritik keras kebudayaan barat. 

Kritikan pedas RA Kartini tertuang dalam lanjutan surat-suratnya kepada Ny Rosa Abendanon :

Sudah lewat masanya, semula kami mengira masyarakat Eropa itu benar-benar yang terbaik, tiada tara. Maafkan kami. Apakah ibu menganggap masyarakat Eropa itu sempurna? Dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik yang indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal yang sama sekali tidak patut disebut peradaban.

Tidak sekali-kali kami hendak menjadikan murid-murid kami sebagai orang setengah Eropa, atau orang Jawa kebarat-baratan," (Surat RA Kartini kepada Ny Rosa Abendanon, tertanggal 27 Oktober 1902). 

RA Kartini juga menyatakan penyesalannya atas pemikiran-pemikiran liberal dan pluralismenya yang sering ia propagandakan selama ini kepada wanita pribumi.

Astaghfirullah, alangkah jauhnya saya menyimpang” (Surat RA Kartini kepada Ny. Rosa Abendanon, tertanggal 5 Maret 1902). 

Untuk menebus segala kesalahannya, RA Kartini siap memperbaiki nama baik Islam yang telah dikotori oleh berbagai fitnah termasuk dari sejumlah kolega dan sahabat-sahabatnya. RA Kartini akan melakukannya meski ia harus mempertaruhkan nyawa sekalipun.

"Saya bertekad dan berupaya memperbaiki citra Islam, yang selama ini kerap menjadi sasaran fitnah. Semoga kami mendapat rahmat, dapat bekerja membuat agama lain memandang Islam sebagai agama disukai” (Surat RA Kartini kepada Ny Van Kol, tanggal 21 Juli 1902). 

Di suratnya yang lain RA Kartini juga merasa tak bangga menggunakan gelar Raden Ajeng di depan namanya. Karena gelar dambaannya saat itu juga telah ikut berubah.

"Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu Hamba Allah,” (Surat RA Kartini untuk Ny Rosa Abendanon, tertanggal 1 Agustus 1903).